
Pengamat Ekonomi Untag: Kisruh CMNP Vs Hary Tanoe Hanya Soal NCD Bodong

- Kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo dan MNC Asia Holding Hotman Paris dinilai tidak paham dengan perbedaan antara Negotiable Certificate of Deposito (NCD) dengan Zero Coupon Bond (ZCB) di kasus NCD bodong Hary Tanoe.
Jakarta, RADARIKN -- Ada pendapat menarik dari pengamat Ekonomi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Fandy Thesna Widya terkait NCD bodong Hary Tanoesoedibjo.
Menurutnya, kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo dan MNC Asia Holding Hotman Paris dinilai tidak paham dengan perbedaan antara Negotiable Certificate of Deposito (NCD) dengan Zero Coupon Bond (ZCB) di kasus NCD bodong Hary Tanoe.
NCD, menurut Fandy, tidak sama dengan Zero Coupon Bond (ZCB). NCD bukan merupakan surat utang obligasi.
"Hotman Paris keliru, dibohongi Hary Tanoe, sebab, NCD tidak sama dengan Zero Coupon Bond, karena NCD bukan merupakan surat utang obligasi," tutur Fandy Thesna kepada wartawan, Kamis (13/3/2025).
Akademisi Untag ini menambahkan, Hotman Paris juga tidak memahami soal klaim Hary Tanoe dan MNC Asia Holding (dulu bernama Bhakti Investama) hanya bertindak sebagai arranger atau perantara.
Menurut sepengetahuannya, CMNP tidak pernah bertransaksi langsung dengan PT Unibank, sebab yang menginisiasi seluruh proses transaksi sampai dengan terjadinya transaksi pertukaran (swap) adalah PT MNC Asia Holding Tbk (dahulu PT Bhakti Investama) adalah Hary Tanoesoedibjo.
"Hotman Paris menyebut kliennya hanya bertindak sebagai arranger, apakah itu benar atau bohong, silahkan yang jujur, menjadi arranger siapa?" tegas Fandy.
Ia menilai, yang terjadi antara CMNP dan pihak Hary Tanoe adalah akibat NCD senilai 28 juta dolar AS yang melanggar ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia tahun 1998 dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tahun 1998.
Hal itu yang menyebabkan NCD milik Hary Tanoe yang digunakan sebagai alat tukar MTN dan obligasi tahap II milik CMNP tidak bisa dicairkan.
"Informasi Bank Indonesia melalui suratnya pada tahun 2003, tidak terdapat sertifikat deposito (NCD) dalam USD (dolar AS) dan tidak diketahui adanya penerbitan NCD dalam USD," ujar Fandy.
Selain itu, klaim Hotman Paris terkait gugatan CMNP terhadap Hary Tanoe yang disebut kedaluwarsa justru bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia.
Menurut Fandy, berdasarkan Pasal 79a Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118/PUUXX/2022, gugatan PT CMNP tidak kedaluwarsa. Hal inilah landasan CMNP menggugat Hary Tanoe dan MNC Asia Holding.
"Berdasarkan Putusan Nomor 118/PUU-XX/2022 Mahkamah Konstitusi sesuai pasal 79a, laporan CMNP terhadap Hary Tanoe , tidak kedaluwarsa," tegasnya.
Sebelumnya, kasus dugaan NCD atau deposito yang tidak dapat dicairkan terjadi antara Hary Tanoe dengan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) sejak 1999. Kasus ini terungkap dari sistem keterbukaan informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut adanya gugatan CMNP terhadap Hary Tanoe dan MNC Asia Holding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 28 Februari 2025.
Gugatan itu tercatat dengan nomor 142/Pdt.G/2025/PN Jkr.Pst. Selain Hary Tanoe dan perusahaannya, CMNP juga menyertakan nama Tito Sulistio dan Teddy Kharsadi sebagai pihak lain yang tergugat. Akibat perkara ini, PT CMNP mengaku mengalami kerugian Rp 103,4 triliun. Hitungan ini didasarkan bunga 2 persen per bulan sejak kasus itu terjadi.
Dalam kasus ini, Hotman Paris dan Direktur Legal MNC Chris Taufik berkilah bahwa Hary Tanoe hanya bertindak sebagai broker atau perantara dalam kasus NCD yang dikeluarkan Unibank ini.
Namun, klaim pihak MNC Asia Holding ini dibantah CMNP. Menurut pihak CMNP, NCD merupakan surat berharga yang sifatnya 'atas bawa' (aan toonder, to bearer). Berarti, siapa yang membawa dan dapat menunjukkan serta menyerahkan NCD untuk diuangkan sebagai pemiliknya. Menurut CMNP, Hary Tanoe sendirilah yang menyerahkan NCD kepada CMNP saat itu.
Selain itu, dugaan kuat NCD milik Hary Tanoe ini palsu karena tidak sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG tanggap 27 Oktober 1988 perihal Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank di Indonesia. Bukti dugaan ini diperkuat karena jatuh tempo NCD milik Hary Tanoe tiga tahun, padahal, dalam aturan BI, jatuh tempo NCD paling lama satu tahun.
Bukti lainnya yakni, NCD yang dikeluarkan Unibank ini menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat, padahal, NCD tersebut seharusnya dikeluarkan dalam mata uang rupiah atau dalam negeri.***
Leave a Comment