Memadukan Jalan Tol Trans Jawa Dengan Angkutan Umum di Jalur Pantura
- Akhmad Sujadi Pemerhati Transportasi
Pemerintahan telah menyelesaikan pembangunan jalan tol Trans Jawa. Dari Merak di Banten hingga Banyuwangi di Jawa Timur, hampir tersambung seluruhnya melalui jalan tol.
Saat ini jalan tol sudah menjadi kebutuhan untuk membangun konektivitas antar daerah di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Penikmat jalan tol mayoritas kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum. Maklum jalan tol merupakan jalan berbayar atas jasa bebas hambatan bagi pemakainya. Di jalan tol tidak ada lampu merah apa lagi sepeda motor lalu lalang yang sewaktu-waktu bisa memotong kendaraan umum. Karena keunggulan itu, melewati jalan tol harus bayar.
Saya bukan pemilik kendaraan pribadi, untuk mencoba jalan tol tidak dengan kendaraan pribadi, tapi dengan kendaraan umum, bus antar kota menjadi pilihan dalam menggunakan jalan tol ketika bepergian dari satu kota ke kota lain di Jawa.
Sejak dibangun jalan tol Trans Jawa, keinginan naik bus tambah menggoda. Karenanya saya telah mencoba naik bus dari Surabaya-Pemalang-Purwokerto. Lalu dari Purbalingga ke Semarang via Wonosobo dan terakhir dari Semarang ke Pemalang. Petualangan naik Bus di jalur Pantura akhir tahun lalu membuat saya bisa mencicipi bagian dari jalan tol Trans Jawa dari Mangkang ke Batang dengan kendaraan umum.
Ketika dari Semarang bus yang saya cari di internet, Bus Coyo menjadi pilihan saya untuk menambah jam berkendara dengan angkutan umum. Bus Coyo merupakan bus legendaris di jalur Pantura bagi warga Cirebon, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal dan Semarang. Bus ini sudah berjasa mengantar warga di jalur Pantura sebelum jalan tol tumbuh pesat. Kini penumpang bus Coyo telah tergerogoti berbagai moda dan bus hidup susah payah. Mau mati coba bertahan, ia menderita sakit keuangan.
Bus berwarna biru ini berangkat tepat pukul 11.30, pas matahari menyengat dari pos pemberangkatan di Semarang. Bus ber-AC ini menggunakan armada yang tidak lagi muda. Tarif Semarang-Pemalang cuma Rp50.000. cukup dikantong bagi para penggunanya.
Berangkat dari Kota Semarang, kondektur mulai menggerutu, mengeluhkan sepinya penumpang. Namun sang sopir menenangkan. Kondektur pasrah dengan menyerahkan kepada sang kholik, Allah, Tuhan yang Maha Kuasa. “Rezeki sudah ada yang mengatur. sabar saja,” kata Sang sopir kepada kondektur bus.
Karena penumpangnya yang sangat minim dan didalam bus hanya terisi 9 orang, bus mencoba beberapa kali berhenti untuk menjaring penumpang yang akan bepergian antar kota dalam provinsi (AKDP) maupun antar kota antar provinsi (AKAP) antara Semarang di Jawa Tengah dan Cirebon di Jawa Barat.
Setelah naik dari pool bus Coyo Semarang, beberapa waktu kemudian bus tiba di Terminal Bus Mangkang. Terminalnya sepi. Pedagang asongan mengeluh dampak sepi penumpang yang menjadikan daganganya tak laris terjual meskipun sudah jam 13.00 siang di Terminal bus Mangkang.
Terminal Bus Mangkang yang dibangun dengan uang rakyat ini mulai ditinggalkan warganya sejak tumbuh angkutan online. Rumput pun meninggi menghiasi perkantoran. Terminal yang dikelalo Dinas Perhubungan ini seperti tidak berpenghuni, semua dibiarkan tak terawat dan mengesankan tak ada kepedulian dari pengelolanya.
Berangkat dari Terminal Mangngkang, sopir memutuskan masuk jalan tol. Saya sengaja duduk di depan mencoba menengok ke belakang. Penumpang didalam bus hanya terisi 19 orang. Entah karena sepi mendorong sopir bus memilih masuk jalur tol, jalan bebas hambatan tidak terganggu sepeda motor yang sering memotong bus secara tiba-tiba.
Baru sedikit menikmati jalan tol, bus keluar di pintu tol Batang dan masuk ke Terminal Batang. Tak berbeda jauh dengan Terminal Bus Mangkang, Terminal bus Batang juga tak banyak penumpang. Aktivitas di terminal sepi, tak sebanding kelas terminal yang disandangnya.
Sebelum turun di Pemalang, bus juga singgah di Terminal Pakalongan, terminal tipe A. Meskipun dari segi kelas termasuk tipe A, kondisinya juga tak ramai. Kotoran burung-burung walet mengotori lantai, namun sudah berhari-hari tak dibersihkan, lantai tidak disapu. Didalam terminal banyak bus AKAP parkir. Ada yang sedang perbaikan, sedang dibersihkan dan ada pula yang sekedar parkir menunggu keberangkat sore/malam hari.
Kenapa Terminal tipe A kondisinya sepi? Kondisi ini perlu disurvei mendalam. Apakah karena penumpang bus berkurang. Atau penumpang berpindah ke moda lain? Atau tidak bepergian? Atau karena terdisrupsi oleh angkutan online, ojek motor dan mobil?
Padukan Rest Area - Terminal Angkutan Umum
Sepinya terminal bus di jalur Pantura perlu dicarikan solusi. Dapat dengan memadukan jalan tol dengan terminal bus antar kota perlu menjadi pemikiran. Jalan tol Trans Jawa dapat mempersingkat waktu tempuh, namun baru dapat dinikmati pemilik mobil pribadi.
Kondisi ini menjadikan orang enggan menggunakan kendaraan umum. Hal ini perlu dicarikan solusi, caranya dengan memadukan terminal bus dan rest area di jalan tol dibangun menempel, berdekatan, dikoneksikan antara jalur Pantura dengan jalan tol.
Untuk mengkoneksikan angkutan umum dengan jalan tol perlu diatur kendaraan umum AKDP dan AKAP wajib menggunakan jalan tol, namun dengan tarif khusus, lebih murah dibanding kendaraan pribadi, mungkin bisa setengahnya?
Untuk menaikkan penumpang di jalur Pantura melalui rest area. Caranya Terminal bus dibuat disisi rest area, namun bus AKDP dan Bus AKAP tidak boleh keluar dari jalan tol. Caranya dibuat terminal di sisinya, namun akses orang dengan cara menyeberang dengan dibuat jalan khusus diberi pagar pembatas, namun hanya jalan orang saja, bukan untuk jalan mobil, apalagi sepeda motor.
Koneksi ini akan membuat jalan tol makin ramai, makin bermanfaat bagi rakyat. Meskipun warga tidak memiliki kendaraan pribadi namun rakyat dapat menikmati jalan tol dengan kendaraan umum. Dengan demikian pembangunan jalan tol manfaatnya bisa lebih besar, dapat dinikmati seluruh rakyat di seluruh lapisan, bukan hanya orang kaya pemilik mobil pribadi.
Leave a Comment