
Satu Cerita dari Reuni RM: Mesin Cromoman Membawa Rakyat Merdeka Mencapai Puncak Kejayaan

- Dahlan Iskan dan wartawan senior Nuah Torong dalam acara reuni akbar alumni jurnalis Merdeka dan Rakyat Merdeka, Minggu (22/6) di Jakarta
Reuni Akbar Pertama Alumni Jurnalis Merdeka- Rakyat Merdeka telah sukses digelar, Minggu, 22 April 2025.
Bertepatan dengan HUT Jakarta ke-498, kami sudah tidak berjumpa ada yang 10 tahun, ada yang 15 tahun, bahkan ada yang 25 tahun melepas rindu dan bertukar kenangan.
Hari itu hari pertama kita bertemu kembali, tampak kebahagian, keceriaan terpancar senyum di wajah yang sudah terlihat tidak muda lagi.
Teman, yang mungkin bisa disebut sesepuh, hadir dalam reuni. Ada Nuah Torong, yang terlihat makin sehat, ada Ludin Panjaitan yang selalu semangat dan awet muda. Rully aka Abah dengan lagu Pepitonya, ada Endang Naedi yang semakin alim, ada juga Usman Gumanti dengan rambut putih dan jiwa mudanya.
Saya menyebut nama-nama di atas kerena saya anggap paling senior diantara 200 Jurnalis Alumni Merdeka – Rakyat Merdeka yang hadir.
Reuni Akbar Pertama ini makin sempurna dengan kehadiran Bapak Dahlan Iskan. Kehadiran DI, sapaan akrab Dahlan Iskan, penggagas nama Rakyat Merdeka, membuat suasana semakin terasa kental rasanya seperti kembali ke awal perjuangan membesarkan Merdeka yang dimulai dari Rawa Bokor, daerah yang dekat dengan Bandara Soetta.
Kenapa? Karena DI yang diminta bercerita pertama kali, memulai ceritanya dari awal kerjasamanya dengan BM Diah, pemilik Merdeka. Itu yang membikin suasana seperti terlempar ke masa 25 tahun lalu, ke masa-masa mudanya para senior yang hadir.
Makanya reuni hari itu makin gayeng, makin heboh dan semua berkesempatan bercerita nostalgia, apa saja… ada yang seru, ada yang lucu, ada yang sedih, juga haru.. tapi semua dikemas dengan humor segar.. hahaha, jadi makin betah ikut acaranya..
Reuni ini terlaksana dengan baik, lancar, berkat kerja baik dari panitia, ada 4 orang yang menjadi penggagas Reuni Pertama itu, yaitu, Mulia Siregar sebagai ketua panitia, ada Darto (RTO) yang kebagian tugas menyiapkan konsep acara dan undangan penting, ada Inge yang mensupport administrasi keseluruhan dan Siswo Hadi yang membantu untuk mencarikan pendanaan.
Ke empat panitia itu yang mempersiapkan acara reuni ini selama dua bulan. Dan tak kalah pentingnya, mereka yang support acara, ada Indra Budiman alias Rajedong sekarang sebagai CEO RMOL. Fauny Hidayat sekarang sebagai Direktur Utama Indikator Politik Indonesia, ada juga Syahrial Nasution, Wasekjen Partai Demokrat, dan juga turut berpatisipasi. Tidak lupa, Yunasa, Darwin Panjaitan, Syahnur.
Acara makin heboh setelah dipandu oleh mantan Jurnalis Rakyat Merdeka yang dulu selalu menjadi orator ulung masa pergerakan, aktivis Perempuan yakni Nury Sybli berduet bareng Dimas sang moderatornya pressroom DPR, yang pandai menghidupkan dan menggali cerita masa lalu menjadi penyulut api semangat 200 alumni yang hadir.
Pada saat itu, saya teringat masuk Merdeka itu tahun 1996. Saya dulu adalah anak buah Pak Rais dan Pak Nandar, pemasaran Jawa Pos waktu kepala pemasaran Pak Supriyanto. Saya ingat Jawa Pos oplahnya naik pesat saat bikin sayembara Ketoprak berhadiah, yang disiarkan langsung oleh TVRI Surabaya.
Saya waktu itu membantu untuk wilayah Jogya- Kulon Progo – Gombong – Kebumen, sampai Cilacap dan Purwokerto. Namun kalau di Surabaya saya tinggal di rumah Almarhum Margiono. Sehingga persis bisa disebut “Ngenger”. Apapun yang diperintah Pak MG untuk anak-anak adalah perintah, ibaratnya Sabdo Pandito Ratu.
Itulah sebabnya waktu Margiono Wafat saya menulis in Memorilalnya berjudul : “Sabdo Pandito Ratu Pak Bos MG” yang dimuat di CowasJP dan menjadi tulisan paling populer karena dibaca lebih dari 35 ribu pembaca.
Terus terang saya masuk Merdeka tahun 1996 karena diperintah oleh Pak Margiono, bagaimana ikut membantu membesarkan oplah Merdeka yang saat itu kalau ngga tidak salah baru sekitar 5 ribu eksemplar.
Awalnya saya membikin gerakan program langganan dengan meminta dikirim pasukan pemasaran 1 Tim dari Surabaya, sehingga waktu itu banyak redaksi di Rawa Bokor menjadi penyalur koran. Dan itu berjalan dengan baik, banyak pelanggan terutama disekitar wilayah Tangerang.
Namun Margiono nggak sabar, dan bilang,"Wah .. Sis, kalau begini lama, kita besarnya lama…" "Lalu bagaimana Bos," tanya saya. "Ya, udah kita kembangnya eceran saja," jawab MG. Sejak itulah orientasinya menjadi eceran.
Kita bikin Gerakan waktu itu menguasai 40 titik perempatan strategis Jakarta, 5 Terminal, 3 Stasiun dan Jalur KRL mulai Bogor- Jakarta dan Bekasi Jakarta. Dan betul kita selama 4-5 bulan full konsentrasi pengembangan di titik itu, kita full, dari subuh sampai siang, tiap hari, tidak boleh berhenti, bahkan tidak boleh sakit. Kita lakukan banyak hal di titik-titik itu, mulai program promosi, bonus penjualan, bagi hadiah yang tampilkan merdeka paling depan, undian, dan sebagainya.
Dan saya harus minta maaf dengan tulus kepada kawan-kawan di pemasaran, karena waktu pengembangan itu jauh dari keluarga, jarang ada di rumah, bahkan tidak boleh libur.. hingga terekam dalam benak kita semua, bahkan tertanam dalam pikiran “Sakit dilarang, tapi kalo Mati boleh”. Maafin diriku kawan-kawan.. tenaga muda kalian, kita-kita dulu, tercurahkan semua untuk kemajuan koran.
Dan betul akhirnya perkembangan oplah Merdeka makin meningkat, makin membesar, tumbuh begitu pesat. Hingga kita ngobrol Kembali dengan MG, gimana Bos, oplah makin besar, saya tanya, targetnya berapa Bos.. dibilang saat itu, ya harus bisa 30 ribu. Lalu saya jawab, masak targetnya oplah Bos… Lalu apa, katanya? Saya jawab : Ya, sampai mesin cetaknya Yunasa ngga mampu Bos… (Waktu itu mesin cetaknya pak Yunasa merknya Ghost kalo ngga salah, kapasitasnya 35 ribu).
Lalu pak MG, bilang ya betul itu.. targetnya mesin nggak kuat lagi.. biar cepat, jangan hanya jabodetabek donk yang dikembangkan, harus ke luar kota. Kemana Bos.. ? Ya ke Bandung… itulah awalnya kita punya perwakilan pertama di Bandung, di Jalan Kangkung.
Saya akhirnya bercerita dengan BM, Mulia Siregar, kita diperintahkan untuk kembangkan di Bandung, lalu dipersiapkan penguatan redaksi dengan merekrut wartawan untuk wilayah Bandung. Akhirya bertemu di reuni itu kawan dari perwakilan Bandung, ada Cepy yang dosen di UKRI, ada Arif yang aktif di PWI Jabar, dan ada Herik yang menjadi tokoh pers sebagai Ketua IJTI. Sehingga kalau saya canda dengan mereka, saya bilang kalau tidak ada pengembangan koran di Bandung, tidak ketemu kita bertiga sambil ketawa terbahak-bahak.
Dan akhirnya oplah Merdeka tidak bisa dibendung lagi, kapasitas mesin tidak mampu lagi, sampai kami menahan permintaan agen. Banyak agen yang minta tambah tidak kita layani…. Itulah, akhirnya Pak Dahlah Iskan membelikan mesin cetak canggih, dari Jerman.. Bernama “CROMOMAN”.
Mesin cetak ini didatangkan khusus dari Jerman, tidak main-main. Dikirim menggunakan Pesawat Boeing. Mesin Cromoman ini yang satu-satunya mesin cetak yang didatangkan menggunakan pesawat terbang.
Dan dengan mesin CROMOMAN inilah yang mengantarkan Rakyat Merdeka pada puncak kejayaaannya dengan oplah diatas 200 ribu eksemplar perhari. Dan mesin Cromoman itu sendiri sekarang juga telah menjadi Sejarah. Dan semoga pengelola saat ini juga memahami Sejarah Merdeka-Rakyat Merdeka. Atau bisa jadi tidak penting Sejarah itu bagi mereka.***
Lain kali saya akan ceritakan soal Pengembangan Usaha, yang menghasilkan omzet miliaran rupiah itu.
Leave a Comment