Kemendikdasmen Perkuat Peran Guru BK Lewat Pelatihan Fasilitator Daerah di Sumatra Barat

radarikn.id
  • Kegiatan Pelatihan Fasilitator Daerah: Program Pengembangan Kompetensi Guru dalam Memberikan Layanan Bimbingan dan Konseling di Padang, Sumatra Barat. Kegiatan yang digelar oleh Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Provinsi Sumatra Barat ini diikuti oleh 530 calon fasilitator daerah dari 19 kabupaten/kota.
  • Selasa, 23 September 2025 - 16:45 WIB | Gaoza

Padang, RADARIKN – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamen), Fajar Riza Ul Haq, membuka kegiatan Pelatihan Fasilitator Daerah: Program Pengembangan Kompetensi Guru dalam Memberikan Layanan Bimbingan dan Konseling di Padang, Sumatra Barat. Kegiatan yang digelar oleh Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Provinsi Sumatra Barat ini diikuti oleh 530 calon fasilitator daerah dari 19 kabupaten/kota.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui BGTK Provinsi Sumatra Barat konsisten menunjukkan komitmennya menghadirkan program penguatan kompetensi guru BK melalui pendekatan yang lebih humanis dan menyeluruh. Program ini hadir di tengah tantangan pendidikan yang kian kompleks: percepatan disrupsi teknologi, tekanan sosial, hingga isu kesehatan mental generasi muda.

Murid masa kini bukan hanya dituntut unggul secara akademik, tetapi juga perlu tumbuh sehat secara mental, kuat secara emosional, dan selaras secara sosial. Karena itu, guru dituntut bukan sekadar mengajar, tetapi juga mendampingi. Namun jumlah guru BK yang terbatas membuat peran ini perlu diperluas. Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11 Tahun 2025 menegaskan bahwa guru mata pelajaran juga memiliki peran sebagai guru wali yang berkolaborasi dengan guru BK dan wali kelas untuk memastikan kesejahteraan murid, termasuk dalam pencegahan perundungan dan kekerasan.

Program “7 Jurus BK Hebat” menjadi salah satu terobosan nasional untuk membekali guru dengan keterampilan konseling dasar yang kreatif, praktis, dan menggembirakan, agar seluruh murid Indonesia dapat bertumbuh dalam lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan penuh makna.

Dalam laporannya, Kepala BGTK Provinsi Sumatra Barat, Sri Yulianti mengibaratkan sekolah sebagai padepokan, tempat para guru berlatih layaknya pendekar yang tengah mencari ilmu. Melalui pelatihan ini, para fasilitator diharapkan dapat mengumpulkan tujuh kitab yang berisi 7 Jurus BK Hebat untuk kemudian disebarkan di daerah masing-masing. “Pelatihan ini kami laksanakan untuk membekali fasilitator daerah. Nantinya, mereka akan menemukan dan mengumpulkan tujuh kitab yang berisi tujuh jurus BK Hebat,” jelasnya.

Pelatihan ini menggunakan pendekatan aktivitas yang menekankan partisipasi, refleksi, penguatan konsep, hingga aplikasi. “Setelah refleksi, Bapak Ibu akan menguatkan konsepnya, lalu mengaplikasikannya. Inilah yang kami sebut pendekatan RK.”

Ia juga berharap hasil pelatihan ini mampu mewujudkan sekolah yang aman, nyaman, dan menggembirakan. “Harapannya, Bapak Ibu dapat mewujudkan anak-anak yang kuat. Karena bimbingan yang hebat akan melahirkan siswa yang kuat.”

Dalam sambutannya, Wamen Fajar menegaskan perlunya mengubah stigma lama guru BK yang kerap dianggap sebagai “polisi sekolah.” “Pak Menteri ingin mengubah stigma guru BK dan menempatkan mereka pada posisi yang sangat penting. Guru BK memiliki peran strategis yang menopang terciptanya kualitas pembelajaran.”

Ia menyoroti fakta mengkhawatirkan bahwa 34,9% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dengan 5,5% masuk kategori berat. Lebih jauh, jumlah remaja yang memiliki pikiran bunuh diri kian meningkat. “Yang lebih memprihatinkan, semakin banyak anak-anak kita yang memiliki pikiran untuk bunuh diri.”

Menurutnya, pola pengasuhan di rumah dan keterpaparan gawai sejak dini memperburuk situasi. Lebih dari 30% anak usia 0–6 tahun sudah terbiasa menggunakan gawai, memunculkan _scroll culture_ yang membuat anak mudah marah, kehilangan motivasi belajar, dan kurang bersosialisasi. “Keterikatan anak dengan gawai dan media sosial memicu _cyberbullying_, stres, depresi, dan penurunan kualitas belajar. Mereka cenderung lebih suka menyendiri, memiliki kemampuan sosial-emosional yang rendah, dan lebih percaya berbagi cerita kepada teman sebaya, akun anonim di media sosial, atau bahkan aplikasi AI, dibandingkan kepada orang tua atau guru.”

Karena itu, Wamen menekankan pentingnya literasi kesehatan mental bagi guru BK, termasuk keterampilan Pertolongan Pertama Psikologis (PFP). “Bapak Ibu akan dibekali literasi kesehatan mental untuk mendeteksi masalah anak dan memberikan pertolongan pertama psikologis. Ini adalah peran krusial guru BK, meski bukan berarti menjadi psikolog.”

Fajar juga mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi rumah kedua bagi anak. “Ciptakanlah lingkungan sekolah yang benar-benar membuat anak merasa aman, nyaman, dan bisa bercerita, dengan guru sebagai orang tua kedua. Pendidikan harus membentuk manusia seutuhnya, melalui humanisasi, liberasi, dan transendensi yaitu menumbuhkan karakter, jiwa, dan empati, bukan sekadar mengejar ijazah.”

Ia menutup sambutan dengan ajakan menjaga komunikasi antara sekolah dan orang tua. “Komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua harus selalu dijaga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Kasus-kasus tragis seperti bunuh diri anak harus menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya dukungan konseling di sekolah dan komunikasi yang efektif dengan orang tua.”

Dengan semangat besar dari peserta, dukungan pemerintah daerah, serta kebijakan nasional yang memberi ruang lebih besar bagi peran guru BK dan guru wali, pelatihan ini diharapkan melahirkan “pendekar-pendekar” baru di bidang konseling. Mereka akan menjadi motor penggerak sekolah ramah anak yang aman, sehat, dan inklusif di Sumatra Barat, sekaligus mengawal masa depan murid Indonesia agar tumbuh cerdas, sehat, dan sejahtera secara emosional.

Leave a Comment