Memorandum NTT untuk Keadilan Fiskal: Desentralisasi Terancam, Pembangunan Mandek

radarikn.id
  • Para pemimpin daerah se-Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terdiri dari bupati dan wakil bupati, menyepakati Memorandum NTT untuk Keadilan Fiskal dalam sebuah seminar nasional yang diselenggarakan di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Kamis (6/11/2025).
  • Jumat, 07 November 2025 - 18:50 WIB | Rudi

Larantuka, RADARIKN --  Para pemimpin daerah se-Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terdiri dari bupati dan wakil bupati, menyepakati Memorandum NTT untuk Keadilan Fiskal dalam sebuah seminar nasional yang diselenggarakan di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Kamis (6/11/2025). Kesepakatan ini merupakan puncak dari kegelisahan daerah atas kebijakan fiskal pemerintah pusat, terutama pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang dinilai signifikan dan tidak berkeadilan.

Seminar bertajuk "Revitalisasi Prinsip Keadilan dan Keberimbangan dalam Kebijakan Fiskal Nasional" ini digagas oleh Bupati Flores Timur Antonius Doni Dihen dan dibuka secara resmi oleh Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Bursah Zarnubi.

Pemangkasan TKD: Pukulan Telak bagi Daerah Fiskal Rendah
Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen, yang juga Koordinator Apkasi wilayah NTT, menyatakan bahwa seminar ini bermula dari keprihatinan mendalam atas pemotongan TKD yang memukul telak kemampuan fiskal daerah, khususnya bagi Flores Timur yang termasuk daerah dengan kapasitas fiskal rendah.

"Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kami terlampau sulit untuk membiayai pembangunan di Flores Timur akibat adanya pemangkasan Dana Transfer ke Daerah. Beberapa kebijakan pusat belum sepenuhnya berpihak kepada daerah dengan kemampuan fiskal rendah," ujar Bupati Doni Dihen.

Keresahan serupa dirasakan oleh bupati, wakil bupati, dan sekretaris daerah dari berbagai kabupaten yang hadir, termasuk Sikka, Malaka, Kupang, Sumba Tengah, Sumba  Timur, Timor Tengah Selatan, Lembata, Ende, Nagekeo dan Sumba Barat Daya. Mereka menyuarakan bahwa ruang fiskal yang terbatas telah menyebabkan kemandekan praktis pada program-program pembangunan yang menjadi kewenangan daerah.

*Desentralisasi Tergerus, Daerah Minta Perlakuan Khusus*

Dalam sambutannya, Ketua Umum Apkasi, Bursah Zarnubi, menegaskan bahwa pemotongan TKD yang besar dan perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai tidak transparan telah mencerminkan gejala pengingkaran terhadap prinsip desentralisasi.

"Semangat desentralisasi dan keberimbangan fiskal yang lahir sebagai buah reformasi kini makin hilang di tengah perkembangan kebijakan fiskal nasional," tegas Bupati Lahat itu.

Zarnubi secara spesifik menyoroti ketidakadilan dalam perlakuan yang sama terhadap daerah dengan kondisi fiskal yang jauh berbeda. Menurutnya, kabupaten dengan APBD di bawah Rp 1,5 triliun semestinya mendapat perlakuan khusus dari Pemerintah Pusat dan tidak bisa disamaratakan dengan daerah yang memiliki APBD di atas Rp 2 triliun.

"Dominasi Pusat menuntut penyesuaian, bahkan sampai pada nomenklatur Dana Alokasi Khusus (DAK), menggambarkan pengingkaran terhadap prinsip keterpaduan. Ini berdampak serius, membuat beberapa prioritas pembangunan di daerah terabaikan," tambah Bursah, menekankan bahwa kondisi ini membuat daerah kesulitan membangun di tengah tuntutan masyarakat yang terus meningkat.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) secara total bahkan sudah tidak memadai untuk kebutuhan alokasi dasar, seperti pembayaran gaji dan tunjangan Aparatur Sipil Negara (ASN), apalagi ditambah kewajiban membayar gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

*Memorandum NTT sebagai Awal Perjuangan*

Sebagai konklusi dari seminar yang menghadirkan narasumber dari Ombudsman, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan KPPOD, lahirlah Memorandum NTT untuk Keadilan Fiskal.

Memorandum tersebut akan disuarakan kepada pemerintah pusat melalui Apkasi, yang menyatakan komitmennya untuk terus mendorong daerah-daerah lain agar menyelenggarakan kegiatan serupa.

"Apkasi tidak pernah bosan menyuarakan aspirasi keresahan anggota kepada Presiden maupun kementerian terkait. Kami meyakini, dengan menyuarakan hal-hal yang kita inginkan secara terus menerus, Presiden mendengar dan mempertimbangkan usulan-usulan daerah. Dan kita awali dari Deklarasi NTT ini," tutup Bursah Zarnubi saat membuka seminar, sembari berharap roh otonomi daerah dapat dikembalikan kepada pemerintah daerah. 

Leave a Comment