BINUS University Satukan Tiga Program Sastra Terbaik dalam CultureVerse 2025: Bahasa, Seni, dan Budaya Pop

radarikn.id
  • Faculty of Humanities BINUS University resmi menggelar CultureVerse 2025 di BINUS @Kemanggisan, Anggrek Campus. (Foto: Jyg/radarikn)
  • Senin, 20 Oktober 2025 - 12:15 WIB | ***

Jakarta, RADARIKN -- Faculty of Humanities BINUS University sukses menggelar CultureVerse 2025, sebuah festival multikultural yang menghadirkan perayaan bahasa, seni, kreativitas, dan kuliner pada 20-21 Oktober 2025 di BINUS @Kemanggisan, Anggrek Campus.

Festival ini menjadi wadah bagi tiga program sastra unggulan BINUS University yaitu Japanese Popular Culture, Creative Digital English, dan Global Business Chinese untuk menampilkan keunikan dan inovasi
masing-masing program bersama dengan generasi muda.

Tahun ini, CultureVerse 2025 dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor BINUS University, Bapak Prof. Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. selaku Wakil Rektor BINUS University yang memberikan sambutan pembukaan.

Dalam sambutannya, Prof Engkos menyampaikan apresiasi terhadap kolaborasi tiga program sastra di Faculty of Humanities yang berhasil menghadirkan festival yang menghidupkan semangat kebudayaan di tengah masyarakat modern.

Kehadiran beliau juga menegaskan komitmen BINUS University dalam memperkuat literasi budaya, kreativitas, dan kolaborasi lintas bidang sebagai bagian dari upaya mencetak generasi muda yang berdaya saing global.

Turut hadir juga Bapak Feri A. Sipado, Direktur Sarana dan Prasarana, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, yang juga memberikan sambutan.

Dalam sambutannya, beliau menyampaikan dukungan penuh terhadap kegiatan seperti CultureVerse yang berperan penting dalam menumbuhkan apresiasi budaya di kalangan generasi muda.

Di era sekarang, budaya populer, teknologi digital, dan interaksi lintas budaya semakin memengaruhi kehidupan sehari-hari. Fenomena seperti maraknya pop culture yang semakin diminati para generasi muda dan cenderung menjadi tren telah membentuk cara mereka belajar, berkreasi, dan berinteraksi.

Maka dari itu, ketiga program ini hadir untuk menjawab kebutuhan nyata generasi muda yang tidak lagi hanya menjadi penikmat budaya, tetapi juga menjadi pencipta dan penggerak tren.

Program Japanese Popular Culture (JPC), misalnya, merespons gelombang J-pop yang telah menjadi gaya hidup generasi Z di seluruh dunia melalui kegiatan seperti Coswalk Competition, J-Pop Karaoke Session, dan Japanese Pop Quiz Competition, mahasiswa dan pengunjung diajak lebih dekat dengan dunia pop Jepang yang selama ini mereka nikmati lewat anime, manga, musik, dan fashion.

Sementara itu, Calligraphy Session menghadirkan harmoni antara tradisi Jepang yang klasik dengan semangat kreatif para generasi muda saat ini.
Di sisi lain, Creative Digital English (CDE) mengangkat fenomena era digital storytelling di mana bahasa Inggris menjadi bahasa internasional yang mendorong para generasi muda untuk berekspresi.

Festival ini dibuka dengan Word to Canvas Adaptation Competition, yang mengundang siswa SMA untuk menuangkan puisi ke dalam bentuk visual art di atas kanvas. Kompetisi ini sekaligus memberi ruang bagi peserta untuk berbagi cerita dan emosi melalui Canvas Talk.

Creative Digital English juga menampilkan pertunjukan spesial Broadway performance yang dibawakan oleh mahasiswa Creative Digital English. Melalui adaptasi teater musikal ini, para mahasiswa menunjukkan bagaimana kemampuan bahasa, sastra, dan seni pertunjukan dapat berpadu menjadi bentuk ekspresi kreatif yang menginspirasi.

Sementara itu, Global Business Chinese (GBC) menyoroti pentingnya bahasa Mandarin di tengah meningkatnya hubungan dagang dan budaya dengan Tiongkok. Melalui lomba desain “Harmoni Dua Bahasa” bersama Taipei Economic and Trade Office (TETO), program ini mengajak generasi muda untuk menghubungkan dua budaya lewat karya desain.

Kompetisi ini tidak hanya menjadi ajang kreativitas, tetapi juga memperlihatkan bagaimana bahasa Mandarin bisa membuka peluang di bidang bisnis, ekonomi, dan pertukaran budaya internasional. Selain kompetisi, GBC juga menghadirkan penampilan spesial Guzheng Performance, alat musik tradisional Tiongkok yang melambangkan keindahan dan harmoni dalam budaya Mandarin.

Penampilan ini disajikan berdampingan dengan Taiko Performance dari Japanese Popular Culture (JPC), menciptakan perpaduan unik antara budaya Jepang dan Tiongkok yang menggambarkan semangat unity in
diversity di dalam CultureVerse 2025.

Kedua pertunjukan tersebut menjadi simbol persahabatan antarbudaya serta menunjukkan bagaimana musik tradisional tetap bisa relevan dan memikat di tengah dunia modern. Puncaknya, Talk Show Creative Expression dan performance pada 21 Oktober menghadirkan rapper ternama Saykoji, musisi dan sekaligus dosen CDE Aziz ‘Comi’ dari group band Payung Teduh, penulis sekaligus alumni CDE Sofi Meloni, serta Puteri Indonesia 2018 dan alumni CDE Sonia Fergina. Talkshow ini menegaskan bagaimana bahasa dapat bertransformasi menjadi medium kolaborasi seni, musik, dan sastra.

Dekan Faculty of Humanities BINUS University, Dr. Elisa Carolina Marion, S.S., M.Si., menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan acara ini. “CultureVerse 2025 menjadi bukti bahwa belajar bahasa asing tidak hanya soal teori, tetapi juga bagaimana bahasa bisa membuka ruang untuk kreativitas, kolaborasi, dan pengalaman nyata. Melalui festival ini, kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa BINUS University mampu menjadi generasi yang kreatif, terbuka pada budaya, dan siap bersaing di dunia global,” ujarnya.

Dengan tema besar “Celebrate the Future Through Language, Art, and Creativity”, CultureVerse 2025 berhasil menghadirkan pengalaman multikultural yang meriah dan bermakna. Rangkaian kegiatan dari tiga program sastra unggulan BINUS University ini menegaskan komitmen BINUS University untuk terus menghadirkan pendidikan yang relevan, kreatif, dan berdaya saing global.

Leave a Comment